Kau kira apa yang mungkin kulakukan untuk mengamalkan tindakan
memberi? Atau menurutmu apakah aku, si Jul orang di persimpangan jalan ini,
memang bisa memberi? Yah, kau pasti menduga ini-itu.
Aku hanya ingin berkata padamu: nampaknya banyak sekali hal
di dunia ini yang melenceng dari dugaan kita... Jadi buat apa membatas diri
hanya seduga kita belaka?
Aku, Opik, Pat, Boncel dan banyak lagi kami, terlalu sering
menerima sematan suatu dugaan. Sering dugaan itu jadi batas orang untuk kami.
Padahal kami juga manusia, yang bisa melampaui yang terduga... Kami mungkin
sering tak terduga jahatnya, tapi percayalah, kami pun bisa tak terduga
baiknya... Walau aku sendiri tak pernah yakin akan kebaikanku.
Seperti kali ini, saat kami bersemangat menyisihkan, tanpa
gembar-gembor. Kami bertekad mengumpulkan sedikit dari rejeki kami selama sisa
hari-hari Ramadhan. Untuk satu lembaga yang menyekolahkan anak, yang aku kenali
saat berbuka puasa di dekat gereja beberapa waktu lalu.
Ya, tak perlu gembar-gembor. Tak perlu menambahkannya dalam
emisan atau nyanyian kami. Biarlah kami beroleh andil sedikit dalam memberi...
Azan maghrib telah lewat. Lalu satu-satu kami mulai saling menghampiri.
“Ieu, udunan urang
Jul...,[1]” seru Pat, disusul beberapa orang lagi. Semua kami tengah
mencoba lagi menemukan diri jadi pemberi.
Cerita seperti ini mungkin sekali tak kau dengar dalam
ruang-ruang besar di koran, radio atau televisi. Tapi ini nyata... bahwa meski banyak
kebobrokan, selalu saja ada kebaikan tak terduga dari makhluk yang masih mau
jadi manusia...
[1] Ini urunan dariku, Jul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar