#17an Glen : Ketika Kemerdekaan Bukan Berarti Kebebasan



Oleh Glenysz Febryanti
Dalam buku kompilasi "Indonesia Rumah Bersama" Download Buku Ini



Setiap tahun perayaan 17 Agustus tidak pernah menjadi hal yang ‘biasa saja’ untuk bangsa Indonesia. Akan selalu ada pidato kebanggaan, perlombaan dan upacara 17-an yang memberikan nilai lebih dibanding hari lainnya.

Pada hari tersebut selalu kita dapati pemandangan yang menguji rasa memiliki kita terhadap bangsa ini. Lagu kemerdekaan yang dinyanyikan dengan lantang seakan berlomba untuk menunjukkan jiwa nasionalisme siapa yang lebih tinggi. Bendera yang digerek perlahan oleh anak-anak di setiap sekolah, lagu pembebasan yang dinyanyikan oleh peserta upacara, artikel dari berbagai media cetak tentang sejarah Indonesia atau setiap stasiun televisi yang menayangkan megahnya Upacara Kemerdekaan di Istana Negara.

Ini jelas kebanggan! Sebuah proses panjang telah berlangsung di bawah langit bernama Indonesia enam puluh delapan tahun silam. Ratusan bahkan ribuan nyawa pejuang negeri ini telah berkorban. Dan sebuah penantian panjang yang akhirnya menghasilkan pengakuan dan kebebasan dari penjajahan. Jadi apakah sudah bisa dibilang ‘bebas’?

Sayangnya, Indonesia belum mampu membuat semua warga negaranya percaya pada Indonesia itu sendiri. Bentuk demonstrasi anarkis masih sering terjadi karena kekecewaan dalam pemerintahan, kasus korupsi yang tidak pernah berhenti mengalir dilakukan pejabat negeri ini, tindak kriminal karena masalah ekonomi, konflik antar agama di beberapa daerah, kasus narkoba yang merajalela di kalangan anak muda, banyaknya perokok aktif yang meracuni orang lain yang tidak merokok (yang sebagian besar adalah anak-anak), dan rentetan kasus lainnya yang mendampingi negeri ini.

Apakah ini bukti Indonesia belum benar-benar bisa dikatakan merdeka? Ini salah masyarakat atau pemerintah? Tidak adil jika kita mempersalahkan satu nama atas nama lainnya untuk jutaan kasus di negeri ini. Terus menyudutkan pemerintah dengan tuntutan ataupun aksi anarkis bukanlah upaya yang tepat.

Indonesia perlu pemerataan di setiap wilayah dalam hal infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Mahalnya biaya operasional setiap infrastruktur turut menjadi alasan terhambatnya pembangunan di daerah, rendahnya kesadaran akan kesehatan, kurangnya sarana pendidikan di tempat terpencil, masih rendahnya kesejahteraan guru dan pengajaran maksimal. Karena dari itu setiap anak muda harus peka dan inisiatif memulai pergerakan membantu Indonesia mewujudkan apa yang dikatakan ‘merdeka’.

Di saat kita memperingati hari kemerdekaan, banyak anak Indonesia di luar sana yang terancam putus sekolah, kelaparan, kedinginan, tidur di jalanan, atau terlibat kasus kriminal. Saat membaca atau mendengar kata ‘Indonesia’ disebut dengan penggambaran yang demikian, jawaban bagaimana potret Indonesia masa depan adalah tanggung jawab wajib setiap warga negara.

Indonesia telah memiliki banyak orang yang mampu berwacana dengan sempurna, menghasilkan pikiran dan ide paling bijak yang pernah ada, tetapi sekarang Indonesia membutuhkan realisasi atas mimpi-mimpi di atas kertas tersebut. Bagaimana sinkronisasi masyarakat dan pemerintah untuk mencipkatan kenyamanan bersama adalah yang terpenting.

Kepada setiap anak muda Indonesia, negara ini bukan untuk para koruptor, bukan untuk mereka yang membeli kekuasaan, bukan untuk orang yang ragu akan negaranya sendiri, bukan untuk orang yang tidak peduli akan bangsanya, bukan untuk orang yang hanya ingin jadi follower dan bukan untuk orang yang enggan berjuang.

Kita adalah anak Indonesia yang ditakdirkan lahir untuk menjadi teladan, yang menawarkan diri membantu orang-orang miskin dan terpinggirkan, merangkul perbedaan, memahami sejarah dan bertindak dengan menegakkan nilai kemanusiaan. Indonesia tidak membutuhkan orang yang hanya dapat mengkritik tetapi Indonesia butuh anak muda yang mampu menciptakan solusi dan realisasinya untuk setiap masalah. Kita bisa mulai dari detik ini.

Karena kebebasan adalah harga yang harus dibayar mati! Untuk sebuah kata ‘merdeka’.

Indonesia, 17 Agustus 2013

“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.” ― Soe Hok Gie
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com