#HariToleransi : 4 - Azizah


Tuhan terlalu besar 
untuk ditampung dalam satu agama
- Azizah
0

#HariToleransi : 3 - Ria


Kami bukan antek Barat, kemanusiaan itu hukumnya satu.
Kalau bisa hidup berdampingan dan tersenyum, 
kenapa harus saling tinju?
- Ria
0

#HariToleransi : 2 - Elvan


Junjung tinggi perbedaan karena perbedaan itu indah.
"Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi-Ku"
- Elvan

0

#HariToleransi : 1 - Rio


Kita semua sama di mata Tuhan
hanya satu yang membedakan,
"iman"
- Rio Eka
0

#HariToleransi : H - 80


Mulai Rabu (28/8) ini, untukharmoni.com akan menyajikan #Harmoni100, yakni testimoni damai dari 100 orang. 

Kami percaya bahwa orang yang cinta damai itu lebih banyak. Itulah sebabnya kami mengumpulkan 100 orang untuk bersuara. Testimoni akan muncul tiap hari sampai Hari Toleransi Internasional 16 November 2013 mendatang.

Ikuti #HariToleransi dan #Harmoni100
0

Dialog100 : Panduan Penulisan

Terlalu banyak suara kebencian di luar sana, dan perdamaian kalah vokal. Di sisi lain, dialog lintas iman selama ini hanya dari mimbar ke seminar. Kita butuh yang akar rumput, di mana orang awam bisa mengerti. 

Maka kami mengajak pecinta damai untuk menulis kisah pribadi. Soal persahabatan lintas-iman. Kisah yang terkumpul akan dibukukan pada Hari Toleransi Internasional, 16 November 2013.

Menulis Apa?

  • Tulisan berbentuk kisah pribadi, bukan naskah akademik. Isinya bisa pengalaman, pemikiran, curhat atau harapan (mirip kisah dalam serial Chicken Soup). Gagasan ilmiah boleh dicantumkan, tapi tidak jadi pembahasan inti. 
  • Tema besar buku adalah “persahabatan lintas-iman”. Penulis bisa memilih subtema sebagai berikut :
  1. Merubuhkan prasangka : Misalkan ketakutan pribadi terhadap orang agama X, yang kemudian tidak terbukti. Contoh lain adalah pengalaman pergi ke tempat asing dan dibantu oleh orang dari agama atau suku lain.
  2. Bersama dalam beda : Misalkan pertemanan Anda dengan orang yang beda iman, bagaimana serunya bisa berbagi, jalan-jalan bersama atau lainnya. Contoh lain adalah pengalaman bekerjasama untuk kegiatan lintas-iman, misalkan donor darah, bakti sosial, sekolah jalanan dan sebagainya.
  3. Saling memperkaya : Misalnya bagaimana Anda semakin kuat dalam agama Anda ketika Anda berinteraksi dengan pemeluk agama lain. Contoh lainnya adalah refleksi Anda tentang nilai-nilai agama Anda sendiri, dan bagaimana sebaiknya umat Anda melaksanakan agamanya secara damai.
  4. Subtema bebas : Kisah-kisah yang menurut Anda di luar yang tiga sub di atas. Tetap diperbolehkan selama relevan dengan kisah persahabatan lintas iman.
  • Panjang tulisan 1-2 halaman A4, spasi 1,5. Ketentuan teknis lainnya bebas.
  • Boleh sertakan dokumentasi pendukung cerita 1-2 buah. 
  •  Beri judul file Nama_Judul misalnya Ahmad_Teman Kristenku yang Baik 
  •  Simpan dalam format .DOC atau .DOCX (Khusus untuk Microsoft Word 2010 mohon pada bentuk .DOC 2003 saja) Bukan dalam format .PDF.
Bagaimana Ikut Serta? 
  • Attach (lampirkan) file, bukan di badan email
  • Sertakan juga :
  1. Foto diri (minimal besarnya 720 x 960 pixel)
  2. Profil singkat (4-7 kalimat misalnya soal keluarga, kerja, kuliah, organisasi, hobi, dan lain-lain)
  3. Biodata berisi nama lengkap, domisili, agama dan suku (boleh tidak dicantumkan bila keberatan), blog facebook twitter (jika ada)
  • Mohon kirimkan kisah Anda ke e-mail riotuasikal@gmail.com 
  • Waktu pengiriman mulai Senin, 26 Agustus - Senin, 30 September 2013 pukul 23.59 WIB

Seluruh naskah yang masuk akan diedit seperlunya. Sebanyak 100 naskah akan dijadikan buku “Dialog 100” pada Hari Toleransi Internasional, 16 November 2013 mendatang.

Catatan : Ini adalah program non-profit. Kami belum dapat menyediakan honor untuk tulisan yang dibukukan. Seluruh hasil distribusi buku akan digunakan untukkampanye lintas-iman dan perdamaian. Pengelolaan dana dipercayakan pada Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub) di Bandung.

Bagilah cerita Anda selama penulisan lewat Twitter dengan tagar #Dialog100 dan #HariToleransi. 

Pertanyaan Lebih Lanjut?
Hubungi Rio Tuasikal
No. Ponsel  0852 2255 3328
Twitter @riotuasikal
 


3

Dialog100 : Dialog Gampang dan Gamblang

Oleh Rio Tuasikal / @riotuasikal
penulis koordinator untukharmoni.com
 
Dunia ini sedang kacau balau : sesak oleh kebencian dan kekerasan. Lihatlah bagaimana televisi dan internet kita dipenuhi oleh suara permusuhan berlabel agama. Masyarakat pun digiring untuk saling benci, akhirnya berkelahi. Di sana-sini, kita sibuk saling menyalahkan hingga korban berjatuhan. Teman-teman GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Syiah dan Ahmadiyah adalah sejumlah kasus utama yang kita hadapi.

Selama ini kita terlalu banyak memberi panggung pada penyebar kebencian. Akhirnya suara mereka pun terdengar lantang, seolah mewakili kita, yang sebetulnya tidak pernah setuju. Mayoritas kita hanya memilih diam, membiarkan mereka mengambil alih percakapan.

Tidak, jangan sampai kemanusiaan kita hancur. Jangan-jangan besok kita yang saling pukul.

Sebab itu kami mengajak para pecinta damai, para pelaku dialog, agar unjuk suara. Saatnya katakan “STOP!” pada kebencian dan permusuhan. Ayo kita tunjukkan bahwa masih banyak orang-orang yang ingin hidup bersama. Buktikan pada mereka masih banyak orang-orang yang bisa bekerjasama meski berbeda agama. Sampaikan bahwa kekerasan bukanlah pilihan. Nyatakan bahwa dialog itu lebih gampang dan menyenangkan!

Itulah kenapa kita harus berbagi kisah-kisah lintas-iman. Sebab dengan cara sederhana itu, orang awam belajar untuk menghormati perbedaan : meski beda iman tetap bisa berteman, meski tak setuju tak perlu saling tinju, dan saatnya melupakan debat lalu mulai jadi sahabat. Tidak elitis samasekali. Segampang itu, segamblang itu. Itulah dialog yang kita butuhkan. []
0

Dialog100 : Mari Kita Menulis Lagi!



Para pecinta damai, apa kabar?

Untukharmoni.com dan Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub) Bandung mengundang semua orang untuk berbagi kisah yang bikin damai. Mari kita ceritakan pengalaman lintas iman, di mana kita menolak kebencian dan membangun persahabatan. Suara ini penting agar orang-orang berani merubuhkan prasangka. Ini adalah start menuju damai dalam hidup bersama.

Ini adalah cita-cita perdamaian dunia : bisa dimulai di pulpen atau laptop Anda.

Kami berencana, 100 cerita yang terkumpul akan dijadikan buku “Dialog 100” pada Hari Toleransi Internasional (16 November 2013 mendatang). Oleh sebab itu, sila tengok pengantar dan panduan. Kami sangat menantikan kisah yang menggugah dari Anda.

Terimakasih dan salam hangat.
Kita selalu bisa jadi sahabat.

___________________________________

Rio Tuasikal
Muslim, Sunda-Maluku, cinta damai
Penulis koordinator untukharmoni.com
riotuasikal.com
@riotuasikal
2

#17an Azizah : Tuhan dalam Pasal-Pasal



Oleh Azizah Siti / @zahguuulll
Dalam buku kompilasi "Indonesia Rumah Bersama" Download Buku Ini




Komponen yang harus dimiliki sebuah negara di antaranya adalah daerah, ada rakyat, dan pemerintahan. Ketiga komponen tersebut harus selaras dan serasi. Sebagai pengatur atau regulator dipegang teguh oleh pemerintah yang bertindak membuat tata aturan bagi rakyat yang mendiami daerah yang di aturnya.
Menurut Socrates, negara bukanlah semata-mata merupakan keharusan yang bersifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah mencipatan hukum yang harus dilakukan oleh para pemimpin atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat. 
Keseimbangan dan keadilan merupakan impian yang diharapkan dari adanya regulasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Regulasi yang termuat tentu berasal dari gejolak sosial yang muncul di dalam kehidupan sosial rakyatnya. Regulasi yang dibuat terkadang membuat sebagian orang merasa tidak bebas dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
Indonesia merupakan negara yang menerapkan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah. Kekuasaan daerah yang sering kali disebut dengan daerah otonom. Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah menjelaskan bahwa:

“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Pemerintah pusat memberikan hak kepada pemerintah daerah dalam bentuk otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Undang-undang  No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).
Penyelenggara pemerintahan daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan daerah, penyelenggara pemerintahan daerah menerbitkan peraturan untuk daerahnya dalam bentuk peraturan daerah (perda). Peraturan daerah selanjutnya disebut adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
Penerbitan peraturan daerah (perda) yang mengandung unsur diskriminatif di tingkat kabupaten/kota bahkan provinsi marak terjadi pasca munculnya reformasi di Negara Indonesia. Pemerintah melalui pembagian kewenangan pusat dan daerah  dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perda yang diterbitakan oleh penyelenggara daerah terkadang bersinggungan dengan hak asasi manusia sebagai pemilik hak yang diberikan oleh Tuhan. Sebagai contoh kabupaten Sampang mengeluarkan SK Bupati tentang wajib jilbab untuk pegawai negeri sipil. Selain itu, adanya Peraturan Gubernur Jabar tentang larangan untuk Jemaat Ahmadiyah. Contoh lain daerah yang juga mengeluarkan perda yang diskriminatif terhadap agama terjadi di Aceh, Maluku Utara dan Selatan, Poso serta Kalimantan Barat dan Tengah, Monokwari, Purwakarta, Situbondo, Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Cianjur, dan lain-lain.
Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa perda yang dikeluarkan daerah banyak yang berbenturan dengan hak asasi manusia dalam hal beragama. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak agama dan kepercayaan, sehingga munculnya Perda berbasis agama akan mempersempit gerak kehidupan beragama di dalam masyarakat karena timbul sekat pemisah. Peraturan tersebut memicu konflik yang berpotensi mengganggu keseimbangan sosial, terlebih lagi dapat mengahancurkan tatanan sosial melalui aksi-aksi kekerasan bertendensi agama.
Kondisi yang terjadi di daerah adalah bahwa perda di daerah tertentu diikuti oleh daerah lain bahkan kadang dari anggota DPRD datang untuk studi banding mengenai Perda yang akan di buat di daerah sehingga terkadang tidak sesuai dengan local wisdom dari daerah yang dipimpinnya. Kenyataanya ini membuat miris keadaan beragama di Indonesia mengingat kemajemukan beragama dan kepercayaan yang ada di dalam negara ini.
Konflik datang atas nama Perda yang berbasis agama tersebut. Kebijakan daerah yang “demokratis” ternyata menjadi bumerang bagi idealisme demokrasi, yaitu lahirnya peraturan yang anti toleransi. Hak-hak asasi manusia terenggut oleh deretan pasal-pasal yang mengatasnamakan Tuhan. Kesatuan dan persatuan merupakan cita-cita luhur dari founding father atas kemerdekaan bangsa Indonesia tercerabut oleh generasi bangsanya dengan mengatasnamakan Tuhan.
Dalam pelaksanaan kehidupan beragama, agama adalah masalah yang peka. Jika tidak tertanam saling pengertian dan toleransi di antara pemeluk agama yang berbeda-beda, akan mudah timbul pertentangan, bentrokan, bahkan permusuhan antarpemeluk agama.
Hukum yang dibuat berbasis agama jauh dari cita-cita luhur yang diharapkan, bahkan dapat dikatakan “membunuh”nya. Kualitas pemimpin mencerminkan kualitas dari regulasi yang dibuat. Sehingga pemilihan pemimpin yang berkualitas akan mempengaruhi isi dari hukum yang akan dibuat di tempatnya, sehingga tidak ada lagi wakil (yang mengatasnamakan) Tuhan di atas kekerasan yang intoleransi dalam beragama. []
 
0

#17an Risdo : Sehabis Tujuh Belasan

 

Oleh Risdo Simangunsong / @RisdoMangun
Dalam buku kompilasi "Indonesia Rumah Bersama" Download Buku Ini




Seorang perempuan kecil menghampiriku, ia bertanya: “Masihkah Kakak bangga dengan Indonesia? Masihkah Kakak cinta Indonesia?”

Tangan anak itu memegang merah-putih kecil, yang dipakai upacara tadi. Aku terdiam sejenak memandang wajahnya. Wajah itu penuh gundah dan sedih. Dalam benakku, aku bergulat tanya, akankah anak ini nanti bisa berdiri dengan kepala tegak di tengah teman sepergaulannya dari berbagai bangsa. Ataukah dia malu menyebut nama negeri yang hampir lebur diinjak-injak kebrengsekan ini.

Aku mencoba menghiburnya dengan mencoba mengingatkannya akan sejarah agung peradaban di bumi Nusantara, tapi aku sadar segala kisah itu hanya akan membuainya jika ia toh tak bangga atas keadaan kini.

Aku mencoba menejejalkan betapa indahnya falsafah kebhinekaan, tapi matanya sudah pasti lebih melihat betapa banyak kekerasan dibingkai ego-etnoreligi.

Lantas aku berusaha menggerus cerita tentang disiplin, kreatifitas, keramah-tamahan, keindahan, dan banyak anugerah ilahi lainnya bagi bangsa ini. Tapi aku khawatir ia hanya akan mengira itu adalah sempalan kecil dari sekian banyak kebobrokan.

Lalu aku mulai diam…

Hati-hati aku mulai berbisik:

“Dik, kita memang lahir di masa kita hampir tak punya lagi teladan untuk dibanggakan dari negeri ini … kepercayaan kita pada diri sendiri dan diri kita sebagai bangsa telah remuk redam diremas orang-orang dewasa, pemimpin, bapak dan ibu yang kita berikan hormat… kita jadi kecil hati, tak bangga bahkan semakin tak peduli…”

Aku genggam tangan anak itu… “Tapi tangan kecil kita ini bisa mengembalikan bahkan menopang kebanggaan luhur yang baru. Tangan ini dipakai dalam doa, dijejalkan dalam karya dan dianjungkan dalam gelora … bisa memberi suatu arti…”

“Bahwa Tuhan tak pernah salah mendaulatkan Indonesia sebagai suatu bangsa, bahwa Pertiwi takkan mati di hati orang yang mau mengabdi … Bahwa negeri ini masih punya kita dan begitu banyak orang yang mau mengembang nadi demi kebangkitan …”

Ia diam dalam ketakmengertian… bahasaku mungkin aneh baginya, tapi ia kemudian berkata:

“Jadi Allah sayang Indonesia, Kak?”

Sedikit tergagap aku jawab… “Ya, tentu saja. Kemerdekaan kita adalah hadiah dari-Nya… “ dalam hati aku berharap ia ingat alinea ketiga mukadimah konstitusi negeri ini.

Ia menitipkan bendera kecilnya ke tanganku, lalu mulailah tampangnya jadi syahdu, “Ya Allah…,” ia menengadahkan tangan, “Ampunilah dosa-dosa bangsa kami, ampunilah kami, aku juga sayang Indonesia ya Allah… aku pengen Indonesia bangkit dari kehancuran ya Allah.. Amin Ya Rabbal alamin”

Kucium bendera kecil itu, seraya membuat tanda salib, “Ya Tuhan yang diseru sekalian alam… Ya Tuhan yang berdaulat atas bangsa ini… dengarkanlah doa anak kecil ini, aku juga mengamininya ya Bapa…”

Aku tersenyum simpul… pemandangan kecil ini pasti sudah amat jarang terjadi di persada Nusantara… Tidak untuk doa bersama, mungkin juga tidak untuk karya bersama..
0

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com