#HariToleransi : 3 - Ria
Kami bukan antek Barat, kemanusiaan itu hukumnya satu.
Kalau bisa hidup berdampingan dan tersenyum,
kenapa harus saling tinju?
- Ria
#HariToleransi : 2 - Elvan
Junjung tinggi perbedaan karena perbedaan itu indah.
"Kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi-Ku"
- Elvan
#HariToleransi : H - 80
Mulai Rabu (28/8) ini, untukharmoni.com akan menyajikan #Harmoni100, yakni testimoni damai dari 100 orang.
Kami percaya bahwa orang yang cinta damai itu lebih banyak. Itulah sebabnya kami mengumpulkan 100 orang untuk bersuara. Testimoni akan muncul tiap hari sampai Hari Toleransi Internasional 16 November 2013 mendatang.
Ikuti #HariToleransi dan #Harmoni100
Dialog100 : Panduan Penulisan
Terlalu banyak suara kebencian di luar sana, dan perdamaian kalah vokal. Di sisi lain, dialog lintas iman selama ini hanya dari mimbar ke seminar. Kita butuh yang akar rumput, di mana orang awam bisa mengerti.
Maka kami mengajak pecinta damai untuk menulis kisah pribadi. Soal persahabatan lintas-iman. Kisah yang terkumpul akan dibukukan pada Hari Toleransi Internasional, 16 November 2013.
Maka kami mengajak pecinta damai untuk menulis kisah pribadi. Soal persahabatan lintas-iman. Kisah yang terkumpul akan dibukukan pada Hari Toleransi Internasional, 16 November 2013.
Menulis Apa?
- Tulisan berbentuk kisah pribadi, bukan naskah akademik. Isinya bisa pengalaman, pemikiran, curhat atau harapan (mirip kisah dalam serial Chicken Soup). Gagasan ilmiah boleh dicantumkan, tapi tidak jadi pembahasan inti.
- Tema besar buku adalah “persahabatan lintas-iman”. Penulis bisa memilih subtema sebagai berikut :
- Merubuhkan prasangka : Misalkan ketakutan pribadi terhadap orang agama X, yang kemudian tidak terbukti. Contoh lain adalah pengalaman pergi ke tempat asing dan dibantu oleh orang dari agama atau suku lain.
- Bersama dalam beda : Misalkan pertemanan Anda dengan orang yang beda iman, bagaimana serunya bisa berbagi, jalan-jalan bersama atau lainnya. Contoh lain adalah pengalaman bekerjasama untuk kegiatan lintas-iman, misalkan donor darah, bakti sosial, sekolah jalanan dan sebagainya.
- Saling memperkaya : Misalnya bagaimana Anda semakin kuat dalam agama Anda ketika Anda berinteraksi dengan pemeluk agama lain. Contoh lainnya adalah refleksi Anda tentang nilai-nilai agama Anda sendiri, dan bagaimana sebaiknya umat Anda melaksanakan agamanya secara damai.
- Subtema bebas : Kisah-kisah yang menurut Anda di luar yang tiga sub di atas. Tetap diperbolehkan selama relevan dengan kisah persahabatan lintas iman.
- Panjang tulisan 1-2 halaman A4, spasi 1,5. Ketentuan teknis lainnya bebas.
- Boleh sertakan dokumentasi pendukung cerita 1-2 buah.
- Beri judul file Nama_Judul misalnya Ahmad_Teman Kristenku yang Baik
- Simpan dalam format .DOC atau .DOCX (Khusus untuk Microsoft Word 2010 mohon pada bentuk .DOC 2003 saja) Bukan dalam format .PDF.
Bagaimana Ikut Serta?
- Attach (lampirkan) file, bukan di badan email
- Sertakan juga :
- Foto diri (minimal besarnya 720 x 960 pixel)
- Profil singkat (4-7 kalimat misalnya soal keluarga, kerja, kuliah, organisasi, hobi, dan lain-lain)
- Biodata berisi nama lengkap, domisili, agama dan suku (boleh tidak dicantumkan bila keberatan), blog facebook twitter (jika ada)
- Mohon kirimkan kisah Anda ke e-mail riotuasikal@gmail.com
- Waktu pengiriman mulai Senin, 26 Agustus - Senin, 30 September 2013 pukul 23.59 WIB
Seluruh naskah yang masuk akan diedit seperlunya. Sebanyak 100 naskah
akan dijadikan buku “Dialog 100” pada Hari Toleransi Internasional, 16
November 2013 mendatang.
Catatan : Ini
adalah program non-profit. Kami belum dapat menyediakan honor untuk tulisan
yang dibukukan. Seluruh hasil distribusi buku akan digunakan untukkampanye lintas-iman dan perdamaian. Pengelolaan dana dipercayakan pada Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub) di Bandung.
Bagilah
cerita Anda selama penulisan lewat Twitter dengan tagar #Dialog100 dan #HariToleransi.
Pertanyaan Lebih
Lanjut?
Hubungi Rio Tuasikal
No. Ponsel 0852 2255 3328
Twitter @riotuasikal
Dialog100 : Dialog Gampang dan Gamblang
Oleh Rio Tuasikal / @riotuasikal
penulis koordinator untukharmoni.com
Dunia ini sedang kacau balau : sesak oleh kebencian dan kekerasan. Lihatlah bagaimana televisi dan internet kita dipenuhi oleh suara permusuhan berlabel agama. Masyarakat pun digiring untuk saling benci, akhirnya berkelahi. Di sana-sini, kita sibuk saling menyalahkan hingga korban berjatuhan. Teman-teman GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Syiah dan Ahmadiyah adalah sejumlah kasus utama yang kita hadapi.
Selama ini kita terlalu banyak memberi panggung pada penyebar kebencian. Akhirnya suara mereka pun terdengar lantang, seolah mewakili kita, yang sebetulnya tidak pernah setuju. Mayoritas kita hanya memilih diam, membiarkan mereka mengambil alih percakapan.
Tidak, jangan sampai kemanusiaan kita hancur. Jangan-jangan besok kita yang saling pukul.
Sebab itu kami mengajak para pecinta damai, para pelaku dialog, agar unjuk suara. Saatnya katakan “STOP!” pada kebencian dan permusuhan. Ayo kita tunjukkan bahwa masih banyak orang-orang yang ingin hidup bersama. Buktikan pada mereka masih banyak orang-orang yang bisa bekerjasama meski berbeda agama. Sampaikan bahwa kekerasan bukanlah pilihan. Nyatakan bahwa dialog itu lebih gampang dan menyenangkan!
Itulah kenapa kita harus berbagi kisah-kisah lintas-iman. Sebab dengan cara sederhana itu, orang awam belajar untuk menghormati perbedaan : meski beda iman tetap bisa berteman, meski tak setuju tak perlu saling tinju, dan saatnya melupakan debat lalu mulai jadi sahabat. Tidak elitis samasekali. Segampang itu, segamblang itu. Itulah dialog yang kita butuhkan. []
penulis koordinator untukharmoni.com
Dunia ini sedang kacau balau : sesak oleh kebencian dan kekerasan. Lihatlah bagaimana televisi dan internet kita dipenuhi oleh suara permusuhan berlabel agama. Masyarakat pun digiring untuk saling benci, akhirnya berkelahi. Di sana-sini, kita sibuk saling menyalahkan hingga korban berjatuhan. Teman-teman GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Syiah dan Ahmadiyah adalah sejumlah kasus utama yang kita hadapi.
Selama ini kita terlalu banyak memberi panggung pada penyebar kebencian. Akhirnya suara mereka pun terdengar lantang, seolah mewakili kita, yang sebetulnya tidak pernah setuju. Mayoritas kita hanya memilih diam, membiarkan mereka mengambil alih percakapan.
Tidak, jangan sampai kemanusiaan kita hancur. Jangan-jangan besok kita yang saling pukul.
Sebab itu kami mengajak para pecinta damai, para pelaku dialog, agar unjuk suara. Saatnya katakan “STOP!” pada kebencian dan permusuhan. Ayo kita tunjukkan bahwa masih banyak orang-orang yang ingin hidup bersama. Buktikan pada mereka masih banyak orang-orang yang bisa bekerjasama meski berbeda agama. Sampaikan bahwa kekerasan bukanlah pilihan. Nyatakan bahwa dialog itu lebih gampang dan menyenangkan!
Itulah kenapa kita harus berbagi kisah-kisah lintas-iman. Sebab dengan cara sederhana itu, orang awam belajar untuk menghormati perbedaan : meski beda iman tetap bisa berteman, meski tak setuju tak perlu saling tinju, dan saatnya melupakan debat lalu mulai jadi sahabat. Tidak elitis samasekali. Segampang itu, segamblang itu. Itulah dialog yang kita butuhkan. []
Dialog100 : Mari Kita Menulis Lagi!
Para pecinta damai, apa kabar?
Untukharmoni.com dan Jaringan Kerja
Antarumat Beragama (Jakatarub) Bandung mengundang semua orang untuk berbagi kisah yang bikin damai. Mari kita
ceritakan pengalaman lintas iman, di mana kita menolak kebencian dan membangun
persahabatan. Suara ini penting agar orang-orang berani merubuhkan prasangka. Ini
adalah start menuju damai dalam hidup bersama.
Ini adalah cita-cita perdamaian dunia : bisa dimulai di pulpen atau
laptop Anda.
Kami berencana, 100
cerita yang terkumpul akan dijadikan buku “Dialog 100” pada Hari
Toleransi Internasional (16 November 2013 mendatang). Oleh sebab itu, sila tengok pengantar dan panduan. Kami sangat menantikan
kisah yang menggugah dari Anda.
Terimakasih dan salam
hangat.
Kita selalu bisa jadi sahabat.
___________________________________
Rio Tuasikal
Muslim, Sunda-Maluku, cinta damai
Penulis koordinator untukharmoni.com
riotuasikal.com
@riotuasikal
#17an Azizah : Tuhan dalam Pasal-Pasal
Oleh Azizah Siti / @zahguuulll
Dalam buku kompilasi "Indonesia Rumah Bersama" Download Buku Ini
Komponen yang harus dimiliki sebuah negara di antaranya adalah daerah, ada
rakyat, dan pemerintahan. Ketiga komponen tersebut harus selaras dan serasi.
Sebagai pengatur atau regulator dipegang teguh oleh pemerintah yang bertindak
membuat tata aturan bagi rakyat yang mendiami daerah yang di aturnya.
Menurut Socrates, negara bukanlah semata-mata merupakan keharusan yang
bersifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang
tugas negara adalah mencipatan hukum yang harus dilakukan oleh para pemimpin
atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat.
Keseimbangan dan keadilan merupakan impian yang diharapkan dari adanya
regulasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Regulasi yang termuat
tentu berasal dari gejolak sosial yang muncul di dalam kehidupan sosial
rakyatnya. Regulasi yang dibuat
terkadang membuat sebagian orang merasa tidak bebas dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat.
Indonesia merupakan negara yang menerapkan pembagian kekuasaan
antara pusat dan daerah. Kekuasaan daerah yang sering kali disebut dengan
daerah otonom. Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan daerah menjelaskan bahwa:
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.”
Pemerintah pusat memberikan hak kepada
pemerintah daerah dalam bentuk otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Pasal 1
Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah).
Penyelenggara pemerintahan daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan daerah,
penyelenggara pemerintahan daerah menerbitkan peraturan untuk daerahnya dalam
bentuk peraturan daerah (perda). Peraturan daerah selanjutnya disebut adalah peraturan
daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
Penerbitan peraturan
daerah (perda) yang mengandung unsur diskriminatif di tingkat kabupaten/kota
bahkan provinsi marak terjadi pasca munculnya reformasi di Negara Indonesia.
Pemerintah melalui pembagian kewenangan pusat dan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Perda yang diterbitakan
oleh penyelenggara daerah terkadang bersinggungan dengan hak asasi manusia
sebagai pemilik hak yang diberikan oleh Tuhan. Sebagai contoh kabupaten Sampang mengeluarkan
SK Bupati tentang wajib jilbab untuk pegawai negeri sipil. Selain itu, adanya
Peraturan Gubernur Jabar tentang larangan untuk Jemaat Ahmadiyah. Contoh lain
daerah yang juga mengeluarkan perda yang diskriminatif terhadap agama terjadi
di Aceh, Maluku Utara dan Selatan, Poso serta Kalimantan Barat dan Tengah,
Monokwari, Purwakarta, Situbondo, Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Cianjur, dan lain-lain.
Dari beberapa contoh di
atas, dapat disimpulkan bahwa perda yang dikeluarkan daerah banyak yang
berbenturan dengan hak asasi manusia dalam hal beragama. Padahal Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki banyak agama dan kepercayaan,
sehingga munculnya Perda berbasis agama akan mempersempit gerak kehidupan
beragama di dalam masyarakat karena timbul sekat pemisah. Peraturan tersebut
memicu konflik yang berpotensi mengganggu keseimbangan sosial, terlebih lagi dapat
mengahancurkan tatanan sosial melalui aksi-aksi kekerasan bertendensi agama.
Kondisi yang terjadi di
daerah adalah bahwa perda di daerah tertentu diikuti oleh daerah lain bahkan
kadang dari anggota DPRD datang untuk studi banding mengenai Perda yang akan di
buat di daerah sehingga terkadang tidak sesuai dengan local wisdom dari daerah yang dipimpinnya. Kenyataanya ini membuat
miris keadaan beragama di Indonesia mengingat kemajemukan beragama dan
kepercayaan yang ada di dalam negara ini.
Konflik datang atas nama Perda yang berbasis
agama tersebut. Kebijakan daerah yang “demokratis” ternyata menjadi bumerang
bagi idealisme demokrasi, yaitu lahirnya peraturan yang anti
toleransi. Hak-hak asasi manusia terenggut oleh deretan pasal-pasal yang mengatasnamakan
Tuhan. Kesatuan dan persatuan
merupakan cita-cita luhur dari founding
father atas kemerdekaan bangsa Indonesia tercerabut oleh generasi bangsanya
dengan mengatasnamakan Tuhan.
Dalam pelaksanaan kehidupan beragama, agama adalah
masalah yang peka. Jika tidak
tertanam saling pengertian dan toleransi di antara pemeluk agama yang
berbeda-beda, akan mudah timbul pertentangan, bentrokan, bahkan permusuhan antarpemeluk agama.
Hukum yang dibuat
berbasis agama jauh dari cita-cita luhur yang diharapkan, bahkan dapat dikatakan
“membunuh”nya. Kualitas pemimpin mencerminkan kualitas dari regulasi yang
dibuat. Sehingga pemilihan pemimpin yang berkualitas akan mempengaruhi isi dari
hukum yang akan dibuat di tempatnya, sehingga tidak ada lagi wakil (yang mengatasnamakan)
Tuhan di atas kekerasan yang intoleransi dalam beragama. []
#17an Risdo : Sehabis Tujuh Belasan
Oleh Risdo Simangunsong / @RisdoMangun
Dalam buku kompilasi "Indonesia Rumah Bersama" Download Buku Ini
Seorang perempuan kecil menghampiriku, ia bertanya:
“Masihkah Kakak bangga dengan Indonesia? Masihkah Kakak cinta Indonesia?”
Tangan anak itu memegang merah-putih kecil, yang dipakai upacara
tadi. Aku terdiam sejenak memandang wajahnya. Wajah itu penuh gundah dan sedih.
Dalam benakku, aku bergulat tanya, akankah anak ini nanti bisa berdiri dengan
kepala tegak di tengah teman sepergaulannya dari berbagai bangsa. Ataukah dia
malu menyebut nama negeri yang hampir lebur diinjak-injak kebrengsekan ini.
Aku mencoba menghiburnya dengan mencoba mengingatkannya akan
sejarah agung peradaban di bumi Nusantara, tapi aku sadar segala kisah itu
hanya akan membuainya jika ia toh tak bangga atas keadaan kini.
Aku mencoba menejejalkan betapa indahnya falsafah
kebhinekaan, tapi matanya sudah pasti lebih melihat betapa banyak kekerasan
dibingkai ego-etnoreligi.
Lantas aku berusaha menggerus cerita tentang disiplin,
kreatifitas, keramah-tamahan, keindahan, dan banyak anugerah ilahi lainnya bagi
bangsa ini. Tapi aku khawatir ia hanya akan mengira itu adalah sempalan kecil
dari sekian banyak kebobrokan.
Lalu aku mulai diam…
Hati-hati aku mulai berbisik:
“Dik, kita memang lahir di masa kita hampir tak punya lagi
teladan untuk dibanggakan dari negeri ini … kepercayaan kita pada diri sendiri
dan diri kita sebagai bangsa telah remuk redam diremas orang-orang dewasa,
pemimpin, bapak dan ibu yang kita berikan hormat… kita jadi kecil hati, tak
bangga bahkan semakin tak peduli…”
Aku genggam tangan anak itu… “Tapi tangan kecil kita ini
bisa mengembalikan bahkan menopang kebanggaan luhur yang baru. Tangan ini
dipakai dalam doa, dijejalkan dalam karya dan dianjungkan dalam gelora … bisa
memberi suatu arti…”
“Bahwa Tuhan tak pernah salah mendaulatkan Indonesia sebagai
suatu bangsa, bahwa Pertiwi takkan mati di hati orang yang mau mengabdi … Bahwa
negeri ini masih punya kita dan begitu banyak orang yang mau mengembang nadi
demi kebangkitan …”
Ia diam dalam ketakmengertian… bahasaku mungkin aneh
baginya, tapi ia kemudian berkata:
“Jadi Allah sayang Indonesia, Kak?”
Sedikit tergagap aku jawab… “Ya, tentu saja. Kemerdekaan
kita adalah hadiah dari-Nya… “ dalam hati aku berharap ia ingat alinea ketiga
mukadimah konstitusi negeri ini.
Ia menitipkan bendera kecilnya ke tanganku, lalu mulailah
tampangnya jadi syahdu, “Ya Allah…,” ia menengadahkan tangan, “Ampunilah
dosa-dosa bangsa kami, ampunilah kami, aku juga sayang Indonesia ya Allah… aku
pengen Indonesia bangkit dari kehancuran ya Allah.. Amin Ya Rabbal alamin”
Kucium bendera kecil itu, seraya membuat tanda salib, “Ya
Tuhan yang diseru sekalian alam… Ya Tuhan yang berdaulat atas bangsa ini…
dengarkanlah doa anak kecil ini, aku juga mengamininya ya Bapa…”
Aku tersenyum simpul… pemandangan kecil ini pasti sudah amat
jarang terjadi di persada Nusantara… Tidak untuk doa bersama, mungkin juga
tidak untuk karya bersama..
Langganan:
Postingan (Atom)