“Gimana? Rekomendasi gue tepatkan? Bakso di sini paling mantap!”ujarku pada teman-teman.
“Benar, benar. Mantap banget baksonya… Kuahnya juga pas,” ujar salah satu teman sambil masih menikmati semangkuk bakso di hadapan.
“Makanya… Apa kata gue,” balasku sembari mengirimkan senyuman pada lelaki yang mengobrol denganku tempo hari, anak pemilik warung bakso. Dia tersenyum senang, raut wajahnya penuh binar.
Sore itu aku membawa segerombolan teman untuk berbuka bersama di sana. Yang berpuasa dan yang tidak, kami pergi makan bersama. Yang tidak berpuasa ikut buka bersamanya saja, sekali pun tidak ikut puasa. Menyenangkan.
Ibu pemilik warung bakso itu juga tampak senang sekalipun agak kewalahan melayani pesanan. Warung bakso yang sudah hampir sebulan ini sepi, dan sempat dirusak, kini terasa geliatnya lagi. Seperti beruang yang baru bangun dari hibernasi, ibu pemilik warung dan anaknya dengan penuh semangat melayani kami satu per satu dan mendengarkan pesanan kami. Tanpa kecap, tanpa mie, tanpa bihun, tanpa tauge, atau baksonya saja. Semua dipersiapkan dengan sepenuh hati.
“Waaah gue baru tahu di dekat sini ada bakso seenak ini. Baru ya?”
“Enggak kok… Udah lama ini ada di sini,” jawabku.
“Tapi kemarin-kemarin kayak tutup ya Bu?”
Ibu pemilik warung menjawab, “Iya Mbak… Baru beberapa hari ini buka lagi. Maklum bulan puasa…”
“Bakso di sini emang paling mantap… Makanya, gimana kalau buat acara minggu depan kita juga ambil dari sini?”
“Waah ide bagus tuh ide bagus! Gimana Bu? Bisa nggak? Kami mau ngadain acara silaturahmi di gereja minggu depan. Partai besar sih Bu… Rencananya pesertanya banyak..Bisa nggak?”
Ibu tersebut tampak terkejut bercampur bahagia. Mata anak lelakinya bersinar menandakan semangat. Rencanaku tampaknya akan berhasil, setidaknya kalau begini sedikit banyak aku bisa memberi.
Temanku yang tadi ingin memesan bakso untuk acara tersebut mendekati ibu pemilik warung untuk membicarakan detailnya lebih jauh. Rasanya senang sekali melihatnya.
Sore itu aku membawa segerombolan teman untuk berbuka bersama di sana. Yang berpuasa dan yang tidak, kami pergi makan bersama. Yang tidak berpuasa ikut buka bersamanya saja, sekali pun tidak ikut puasa. Menyenangkan.
Ibu pemilik warung bakso itu juga tampak senang sekalipun agak kewalahan melayani pesanan. Warung bakso yang sudah hampir sebulan ini sepi, dan sempat dirusak, kini terasa geliatnya lagi. Seperti beruang yang baru bangun dari hibernasi, ibu pemilik warung dan anaknya dengan penuh semangat melayani kami satu per satu dan mendengarkan pesanan kami. Tanpa kecap, tanpa mie, tanpa bihun, tanpa tauge, atau baksonya saja. Semua dipersiapkan dengan sepenuh hati.
“Waaah gue baru tahu di dekat sini ada bakso seenak ini. Baru ya?”
“Enggak kok… Udah lama ini ada di sini,” jawabku.
“Tapi kemarin-kemarin kayak tutup ya Bu?”
Ibu pemilik warung menjawab, “Iya Mbak… Baru beberapa hari ini buka lagi. Maklum bulan puasa…”
“Bakso di sini emang paling mantap… Makanya, gimana kalau buat acara minggu depan kita juga ambil dari sini?”
“Waah ide bagus tuh ide bagus! Gimana Bu? Bisa nggak? Kami mau ngadain acara silaturahmi di gereja minggu depan. Partai besar sih Bu… Rencananya pesertanya banyak..Bisa nggak?”
Ibu tersebut tampak terkejut bercampur bahagia. Mata anak lelakinya bersinar menandakan semangat. Rencanaku tampaknya akan berhasil, setidaknya kalau begini sedikit banyak aku bisa memberi.
Temanku yang tadi ingin memesan bakso untuk acara tersebut mendekati ibu pemilik warung untuk membicarakan detailnya lebih jauh. Rasanya senang sekali melihatnya.
Tiba-tiba, “Sebuah ledakan terjadi di Vihara Dharma Satya di daerah Jakarta Barat. Pihak kepolisian sudah memastikan bahwa ledakan tersebut disebabkan oleh bom. Ledakan terjadi seusai kebaktian, satu orang menjadi korban. Sampai saat ini, kepolisian masih mengumpulkan informasi mengenai pelaku pemboman.”
Aku menggenggam remote dengan gemas. Sekali lagi, satu kasus lagi, satu kekerasan lagi. Terkutuklah pelakunya! Aku geram. Sampai kapan lingkungan yang tidak ramah ini bertahan?! []
Aku menggenggam remote dengan gemas. Sekali lagi, satu kasus lagi, satu kekerasan lagi. Terkutuklah pelakunya! Aku geram. Sampai kapan lingkungan yang tidak ramah ini bertahan?! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar