Sharing bareng Alissa Wahid

Alissa Wahid saat sharing (foto: @riotuasikal)

Catatan oleh Risdo Smangunsong

Pembahasan dalam Sharing dengan Mbak Alissa Wahid sebelum acara Haul Gusdur
28 Desember 2013, 16.00-18.00

Acara sharing ini semula diniatkan untuk ngobrol secara pribadi antara Jakatarub dan rekan-rekan PMII Tasikmalaya dan Indramayu dengan Mbak Alissa, namun ternyata usulan tersebut juga diresponi oleh rekan-rekan IJABI, ABI, JAI, Masyarakat Baha’i, GKI Yasmin, HKBP Filadelfia dan YPKP 65. Bersama Mbak Alissa juga hadir tim dari Wahid Institute, Komnas HAM, AMAN dan beberapa Jaringan Gusdurian lain.

Acara dimulai dengan pengantar dari Mbak Alissa dan Komnas HAM, dilanjutkan sharing dari komunitas yang selama ini mengalami penindasan HAM, lantas membahas beberapa hal sebagai solusi.

Dalam pengantarnya Mbak Alissa menekankan kebersamaan untuk tidak lagi sekedar memandang diri sendiri ‘sekedar sebagai korban,’ namun melihat satu sama lain sebagai rekan seperjuangan yang tengah menghadapi pihak yang sama. Dalam hal ini kaum intoleran dan pengabaian negara. Komnas HAM lalu memaparkan kondisi penanganan HAM di tahun 2013 yang sudah dikategorikan sebagai ‘Darurat HAM’. Tidak ada perkembangan terkait penanganan HAM, termasuk masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bahkan terjadi peningkatan intensitas (dalam hal jumlah, tingkat pelanggaran yang dilakukan serta semakin meluasnya aktornya). Dari sekitar 6.600 pengaduan yang masuk ke Komnas HAM di 2013, hanya sebagian kecil yang mulai ada perkembangan penahanan. Ada indikasi pembiaran dan sikap ‘saling lempar tanggung jawab’ antar aparat pemerintah (pusat dan daerah).

Dalam sharing dari beberapa komunitas terlihat dalam beberapa kasus pemerintah lebih memilih menunggu atau mengambangkan persoalan. Untuk kasus GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia misalnya, tidak ada indikasi dari pemerintah untuk segera melakukan eksekusi terhadap putusan hukum. Demikian pula untuk kasus pemulangan pengungsi Syiah di Sampang, meskipun sudah ada jaminan untuk rekonsiliasi namun pemulangan belum dilakukan. Hal yang sama juga terjadi untuk penyegelan mesjid JAI di Bekasi serta yang paling menahun kasus pengungsi Ahmadiyah di Transito, Mataram. Hak-hak sipil untuk agama yang ‘tidak diakui’ juga terus menjadi sorotan. Rekan-rekan dari Masyarakat Baha’i sampai saat ini tidak mendapatkan akta nikah sehingga akta kelahiran anaknya hanya mencantumkan nama ibu. Bahkan di beberapa tempat mereka dipaksa memilih satu dari enam agama yang diakui. Tidak hanya seputar kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, rekan-rekan dari YPKP 65, juga merasakan pembiaran yang akut terkait tragedi 1965-1966. Tidak ada upaya peradilan maupun rekonsiliasi meski pemerintah telah menjanjikannya sejak lama.

JAKATARUB juga menambahkan bahwa badan-badan yang dibentuk pemerintah dengan pembiayaan uang rakyat ternyata seringkali berbalik jadi pendukung penindasan kaum minoritas (semisal FKUB di kasus GIA Cimahi) dan seringkali ditunggangi kepentingan politis. Ketidakpastian hukum sangat terlihat soal pendirian rumah ibadah dan kegiatan ibadah, bahkan juga untuk kasus kriminalisasi terhadap korban. Contoh paling nyata kasus Pak Palti Panjaitan yang justru didakwa melakukan tindakan penghasutan padahal beliau yang mengalami tindak kekerasan, demikian pula rekan-rekan PMII Indramayu yang membela kaum tani justru didakwa melakukan tindakan penghasutan dan pengrusakan.

Dalam membahas akar permasalahan untuk mencapai solusi Bapak Ahmad Suhaedi (WI) menyorot perubahan persepsi pihak luar terhadap Indonesia dari yang ‘ramah dan toleran’ menjadi ‘diskriminatif’ kebanyakan disebabkan oleh sikap pemerintah. Pidato presiden SBY Juli 2005 dalam acara Rakernas MUI mengindikasikan sikap presiden terhadap hal ini. Dimana presiden menyatakan ‘tunduk pada putusan MUI terkait persoalan agama Islam’. Bukan kebetulan jika sejak saat itu pelanggaran terhadap kebebasan beribadah (secara khusus kekerasan terhadap warga JAI) semakin sering terjadi. Fakta-fakta di lapangan membenarkan temuan ini. Seringkali fatwa MUI (nasional maupun lokal) atau tekanan dari kelompok ulama tertentu, justru dijadikan senjata untuk mendzalimi korban.

Cukup disayangkan memang, jawaban dari Komnas HAM terbilang normatif terkait respon dan rekomendasi yang dapat diberikan. Sebagaimana diakui, perjuangan ini memang terlalu berat jika sepenuhnya ditumpukan kepada komisi nasional yang satu ini. Namun pihak Komnas HAM juga mengingatkan bahwa seharusnya aparat pemerintahan dapat didesak untuk melakukan tindakan yang melindungi kaum lemah.

Dalam menyampaikan rekomendasi solusi Mbak Alissa mengingatkan sifat dan cakupan Jaringan Gusdurian yang mewadahi setiap orang yang merasa sebagai murid dari Gus Dur, sehingga bersifat terbuka dan interdependen. Jejak karya dan pemikiran Gus Dur sebenarnya tertanam di banyak bidang, oleh karenanya setiap daerah dan setiap ranah perlu terus berjejaring untuk mewarisi serta mengembangkan karya/pemikiran Gus Dur.

Terkait pelanggaran HAM dan lebih khusus KBB, Mbak Alissa merekomendasikan agar Jaringan Gusdurian:
  1. Memperdalam kajian terkait UU dan aturan di tingkat lokal yang berpotensi dijadikan senjata maupun memiliki celah untuk melakukan tindakan intoleransi.
  2. Membangun hubungan dengan pihak kepolisian terutama untuk memastikan pemahaman di tingkat aparat daerah terkait Protap Perlindungan HAM.
  3. Mendorong terbentuknya unit pelayanan khusus (sebisa mungkin multidimensi) untuk melakukan pendampingan terhadap kaum minoritas yang mengalami diskriminasi.
  4. Mengunggah kampanye kreatif demi mengususng persepsi bahwa HAM adalah produk lokal dan membumi di Indonesia (bukan sekedar produk asing yang dipaksa diterapkan di sini).

Sebagai tambahan saat ini rekan-rekan di Jaringan Gusdurian tengah merampungkan bahan untuk KPU dan penataran bagi para caleg soal bahaya dan risiko hukum dari kampanye-kampanye diskriminatif (hate speech, menyinggung SARA, dll). Diharapkan bahan ini dapat disampaikan pada tiap caleg dan juga dapat menjadi pegangan bagi masyarakat untuk membantu mengawasi.
0

Spanduk "Selamat Natal"

Di Bandung, Jakatarub (Jaringan Kerja Antarumat Beragama) bersama Jaringan Gusdurian menyebar spanduk di beberapa gereja. Di kota-kota lain se-Indonesia, Jaringan Gusdurian melakukan hal serupa. Selamat merayakan Natal 2013 ya, kawan!

Sebelum disebar, difoto dulu
GKI Maulana Yusuf, Bandung
Gereja St Mikael, Bandung

GKI Kebon Jati, Bandung

GKI Arcamanik, Bandung
GKP Bandung


0

Kunjungan ke Open House Natal Katedral Bandung


Suara rebana mendayu-dayu saat kami sampai di gereja Katedral, Jl Merdeka, Bandung, Rabu (25/12) malam kemarin. Siapa sangka perayaan Natal tahun ini dibuka dengan kelompok marawis sahabat muslim. 

Saat santap malam gala, Ridwan Kamil bilang, "kalau Bandung damai, insya Allah Indonesia terinspirasi untuk damai." Oh ya, kami punya rahasia : mengantungi banyak buah untuk dibawa pulang.

Kelompok musik marawis dari sahabat muslim membuka acara ini

Walikota Bandung Ridwan Kamil (tengah), pastor Leo dan tokoh agama Bandung foto bersama
Bonus : saat gala, meja kami sebelahan sama meja walikota Bandung Ridwan Kamil
Dari kiri : Risdo, Rio, Lala, Rudy, Akim, Iska, pastor Leo, puteri Wawan, Wawab, Yunita, Fery

1

Kunjungan ke Natal GKI Guntur


"Saya merasa saya Islam ketika ada di gereja," ujar Wawan sambil tersenyum, "soalnya kalau saya salah nggak ada yang tahu." Sontak jemaat GKI Guntur menyambutnya dengan tawa. 

Itulah secuplik kehangatan ketika keluarga Jakatarub menghadiri perayaan Natal di GKI Guntur, Jl Guntur, Bandung, Rabu (25/12) sore. Acara ini diisi oleh penampilan teater, ensambel anak, grup vokal dan tarian.

Koordinator Jakatarub Wawan Gunawan mengenalkan komunitasnya di depan jemaat GKI Guntur
Dari kiri : Risdo, Rio, Lala, Iska dan Firman
Sajian tari membuka rangkaian perayaan Natal
Pohon natal di GKI Guntur

0

Kunjungan ke Natal Kesusteran RSCJ

Nasi briyani, kastengel dan nastar mengiringi kebersamaan keluarga Jakatarub, LayarKita dan JAI yang menghadiri undangan makan siang di Kesusteran RSCJ, Jl Ambon, Bandung, Rabu (25/12) pagi. Selain makan bersama, acara diisi juga dengan penampilan suster-suster RSCJ yang menyanyikan lagu natal. Tak ketinggalan: percakapan dan candaan.






0

Selamat Natal 2013


0

Kunjungan ke Natal GMKI


Komunitas Jakatarub (Jaringan Kerja Antarumat Beragama) menghadiri perayaan Natal GMKI di Wisma GMKI, Sabtu (14/12) kemarin. Acara diisi dengan pujian, ceramah dan makan bersama.

Dari kiri : Lala, Iska dan Rio sedang mengenalkan komunitas Jakatarub

Penyalaan lilin

Tamu undangan menyalakan lilin bersama sebagai simbol kebersamaan

Lala dan Iska

Dari kiri : Rio, Iska, Lala, Yunita, Rudy dan Risdo berfoto bersama pohon natal

0

Hari HAM Internasional - 10 Desember


0

Selamat Jalan, Mandela - 5 Desember


0

Rilis #BDGLautanDamai




Bersama Seni, Belajar Toleransi

Puncak Pekan Aksi Bandung Lautan Damai sukses digelar di Museum Mandalawangsit Siliwangi, Jl Lembong 83, Bandung, Sabtu, (16/11) sore. Acara ini dimeriahkan pentas seni, orasi budaya dari Ahmad Suaedy dan peluncuran buku bertajuk Dialog100. Kegiatan yang didukung 16 komunitas ini dihadiri sekitar 100 warga Bandung.
Penampilan band Pangea dan band LDR sukses membawa hadirin berdecak kagum. Tak kalah menarik, permainan kecapi cina (ku chen) oleh Ci Sen Chuei juga berhasil memanen tepuk tangan penonton. Salah satu lagu yang ia bawakan berjudul Ni Hen Mo Shuo, lagu tradisional Tiongkok yang artinya Melati.
Kelompok teater anak dari Praxis membawakan pentas bertema kebhinnekaan. “Kami tidak punya masa depan, kami dirampas oleh orang-orang yang mengatasnamakan Tuhan,” dialog pemain yang mayoritas masih sekolah. Lewat teater ini, mereka menekankan pentingnya menjaga kebhinnekaan di Indonesia demi masa depan anak cucu.
Peluncuran buku Dialog 100 digelar di tengah-tengah acara. Buku ini berisi 100 kisah dari 100 penulis, bertema toleransi beragama dan persahabatan lintas-iman. “Orang-orang berubah bukan karena bacaan berat, tapi karena kisah,” ujar koordinator Bandung Lautan Damai Wawan Gunawan menjelaskan latar belakang penyusunan buku.
Saat peluncuran, editor buku Risdo Simangunsong membacakan penggalan kisah berjudul “Bahasa Universal” tulisan Gerardette Philips. Kisah itu bercerita tentang bagaimana ibu-ibu beda agama di Pakistan berdoa bersama untuk seorang anak yang dijatuhi hukuman mati. “Kisahnya bikin terharu,” ujar Rudi Rinaldi, salah satu penonton.
Pentas dilengkapi oleh Syarif and friends berupa duet gitar dan biola. Lagu “Cicak di Dinding” mereka aransemen ulang sehingga mendulang tepuk tangan hadirin. Acara ini ditutup dengan nyanyi bersama dan berakhir pukul 9 malam.

Bandung, Start Perdamaian
“Indonesia adalah bangsa yang toleran. Tapi sekarang ada pergeseran dari toleran ke intoleran,” ujar direktur the Wahid Institute Ahmad Suaedy dalam orasi budayanya. Ahmad menegaskan perlunya belajar lagi soal Indonesia, sebab keutuhan negara ini dipengaruhi hubungan antar-kelompok.
Koordinator Bandung Lautan Damai Wawan Gunawan mengungkapkan, “Jangan mengaku orang Indonesia, tapi kita menginjak kebhinnekaan”. Wawan juga menegaskan bahwa Indonesia sudah sejak dulu beragam, dan inilah yang harus dijaga seluruh anggota masyarakatnya.
Pekan Bandung Lautan Damai sudah dimulai sejak 3 November. Selama dua pekan, Bandung Lautan Damai telah menggelar enam acara yakni :  (1) Kampanye Car Free Day, (2) Workshop “Jurnalisme Keberagaman”, (3) Seminar Keberagaman, (4) Pemutaran Film, (5) Pentas seni dan orasi budaya dan (6) Peluncuran Buku #Dialog100. Menurut penyelenggara, kegiatan ini sengaja dipilih untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Aliansi Bandung Lautan Damai 2013 sendiri didukung 16 komunitas.  Mereka adalah Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub), CommonRoom, Praxis in Community, ,  Layar Kita, Historia van Bandoeng,  LBH Bandung, Cherish Youth Interfaith Camp, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman, Gusdurian Bandung, Karsiwa, Front Pembela Pancasila, Gereja Kristen Pasundan, PMII Jabar, Jaringan Radio Komunitas, dan INCReS. Selain lembaga yang peduli kebhinnekaan, beberapa di antaranya adalah komunitas kebudayaan.
Acara ini diadakan dalam memperingati Hari Toleransi Internasional 16 November. Tanggal ini dipilih UNESCO (badan PBB mengenai pendidikan dan budaya).  Deklarasi ini untuk menegaskan pentingnya toleransi yang telah disebutkan dalam sejumlah instrumen HAM internasional. Toleransi dalam konteks deklarasi ini meliputi banyak aspek, termasuk di dalamnya adalah toleransi agama/keyakinan.
Di Indonesia, tingginya angka intoleransi terhadap kebebasan agama dan berkeyakinan merupakan ancaman serius. Menurut SETARA Institute, the Wahid Institute dan CRCS UGM, Jawa Barat memegang angka tertinggi selama 4 tahun terakhir. Catatan 2013 SETARA Institute menyebutkan, sejak Januari-Juni 2013, sudah ada 122 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama di 16 provinsi. Sebanyak 50% terjadi di Jawa Barat. (www.setara-institute.org/id/content/kondisi-kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan-mid-2013)



0

Pre-Sale Buku Dialog 100 (harga spesial)

DIALOG 100 : 100 kisah persahabatan lintas-iman.






Pre-Sale Dialog100!
100 kisah, 445 halaman
ditulis oleh 100 penulis

bagian 1
menyikapi perbedaan

bagian 2
menolak prasangka

bagian 3
saling belajar

bagian 4
membangun persahabatan

bagian 5
menjunjung kebaikan

 
Dialog 100 akan terbit awal tahun 2014. Dapatkan harga khusus bila pesan sampai Sabtu, 30 November 2013 ini.
 
Rp 70.000 Rp 50.000 saja.

Tidak bisa dipungkiri, persepsi kebanyakan orang terhadap orang chinese memang begitu. Padahal, dengan melihat pengalaman saya di atas, seharusnya kita pun tahu, perbedaan suku itu tak seharusnya menjadi penghalang untuk kita saling peduli, saling membantu, saling bertegur sapa satu sama lain.

Chinese Melindungiku dari Copet - Erna Ervyana

Kami ke rumah Adit, dan anjingnya terpaksa diikat agar tidak menghalangi kami yang muslim berjalan. Bahkan jika sebagian kami tidak dapat mengucapkan selamat natal, kunjungan ini menjadi kunjungan pertemanan.

Bhinneka Tunggal Ika ala Kami - Amalia Nanda Ihsana

Dari yang diceritakan Moran, saya mulai mencerna stereotype di masyarakat kita mengenai Yahudi, Israel dan lain-lain. Dari awal saya yakin bahwa apapun agamanya, kita wajib bersikap baik dengan sesama. Moran, dengan segala identitasnya, telah membantu membuka mata hati saya untuk terus berupaya mengesampingkan stereotype-stereotype yang tidak beralasan.

Saya dan Seorang Yahudi - Maria Ulfa Fauzi

Itulah 3 dari 100 kisah persahabatan yang dirangkum buku ini. Di buku ini, ada 97 kisah lain yang sama-sama menggugah, menolak prasangka, dan menebar cinta terhadap sesama.

Dalam DIALOG 100, bersama, kita akan menjelajahi taman-taman di mana semua bunga bisa bermekaran. Kita belajar bahwa perbedaan bukanlah permasalahan. Dan semangat itu diterjemahkan secara apik lewat ide yang sederhana: persahabatan manusia.

Saatnya pecinta damai yang bersuara. Saatnya dialog jadi cara bergaul kita. Buku ini adalah 100 langkah ke depan, menuju hidup bergandengan tangan. 
 
Bagaimana Cara Pesan?
  1. Kirim sms ke Lala 0813-6545-6473. Berisi nama, alamat lengkap, twitter, nomor ponsel, jumlah buku
  2. Pemesan akan dapat sms konfirmasi dan angka dana yang harus dikirimkan
  3. Pemesan melakukan pembayaran via transfer/tunai ke BCA 847 0180 847 KCP Batununggal an. Firman Sebastian/ Yunita dengan subjek “Dialog 100”
  4. Pemesan melakukan konfirmasi ke nomor yang di atas.
  5. Pemesan akan dapat sms konfirmasi order, cek daftar pemesan di untukharmoni.com
  6. Kami akan memberitahu ketika bukunya siap.


2

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com