Oleh Neng Nuraeni / IG @ainy313
Ketika sampai di GKP Ujungberung Bandung, dalam acara Natal 26 Desember lalu, kami langsung menjadi sorotan kawan-kawan nasrani yang ada di gereja.
Mungkin mereka heran dan berpikiran, 'ada apa ini dua muslimah datang ke gereja? Mau ngebom? Hahaha... Semoga aja gak berpikiran seperti itu. Haduh, jangaaaan.
Tapi gak mungkin lah mereka berpikiran seperti itu. Kami berpakaian yang menunjukkan bahwa 'ini loh, kami ini Indonesia yang beragama Islam, bukan Islam yang kearab-araban'.
Dan juga selama di gereja kami gak pernah lepas senyum manis dari bibir kami. Semua yang menatap kami, kami beri senyum. Sekedar menunjukkan pada kawan nasrani, 'ini loh kami muslim dan muslimah yang ramah, bukan muslim dan muslimah yang marah.'
Kebetulan yang datang 2 muslimah dan 3 muslim, dari berbagai denominasi, Nahdlatul Ulama yang sunni, juga syi’ah, dan ahmadiyah. Kami yang berlima ini, datang atas nama komunitas Sahabat Lintas Iman (SALIM).
Setelah ketua penggagas komunitas kami bertemu dengan pendeta di sana, kami berlima diperkenalkan olehnya kepada seluruh jemaat kawan-kawan nasrani di Gereja. Diperkenalkanlah kami di sana dengan pernuh apresiasi dari jemaat. Bahkan komunitas kami direkomendasikan pada kawan nasrani.
Kami disambutnya dengan hangat. Saya rasa, sambutan kawan-kawan nasrani ---yang jelas-jelas beda iman dengan muslim--- di sana lebih hangat dari pada kawan-kawan yang ngaku muslim tapi masih mandang sinis orang yang berbeda paham dengannya. Hahaha..
Orang muslim yang notabenenya agama rahmatan lil’aalamiin jangan kalah ramah dong dengan nasrani yang ajarannya cinta kasih. Hehehe...
Kami malu dan kami terharu. Kami malu pada mereka karena sebagian dari muslim masih ada yang bertidak diskriminatif terhadap mereka. Kami juga terharu, karena ternyata kita itu sebenarnya bisa loh bersatu. Kalau kita sama-sama merendahkan hati, jalinan persaudaraan pasti terjalin.
Sesuai dengan tema Natal di sana: Dengan kelahiran-Nya mari kita satukan segala perbedaan dengan kerendahan hati untuk mempererat tali persaudaraan. Bagus bukan? Garis bawahi “kerendahan hati untuk mempererat tali persaudaraan”.
Sekarang bukan waktunya mempermasalahkan perbedaan. Perbedaan sudah ada sejak dulu, sekarang tinggal kita lukis perbedaan itu dengan bingkai persatuan agar menjadi persamaan. Persamaan yang membawa kita pada satu kesepakatan, 'Ini loh kita ini sama-sama manusia yang mempunyai hak asasi manusia yang sama.
Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah bilang: “Saudaramu itu ada dua, saudara dalam Iman, dan saudaramu dalam kemanusiaan.” Ya kalau gak sesuai dengan iman kita, kita tetap hormati dia karena dia juga saudara kita dalam kemanusiaan. Jangan sampai hak-hak kebebasan mengekspresikan keyakinan orang yang berbeda dengan kita menjadi sesuatu yang dibenci dan dimusuhi.
Toleransi itu tidak menjadikan kita ikut pada ajaran orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Tapi toleransi itu mengajarkan kita bahwa hak-hak setiap manusia itu harus dijamin kebebasannya. Termasuk kebebasan mengekspresikan keyakinan, sesuai dengan UU tentang HAM yang pernah saya dengar.
Acara demi acara terlewati. Pertunjukkan dari berbagai jemaat yang menampilkan keberagaman bahasa dan suku mengajarkan kita bahwa kita ini beragam. Kita ini majemuk. Dan kita harus menerima itu.
“Tuhan menciptakan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal”.
Puja puji kepada Tuhan yang mereka yakini juga mereka panjatkan. Saya dan kawan muslim juga ikut memuji, tetapi kepada Tuhan yang kami yakini, Tuhan Yang Esa, Allah SWT. Gak sampai merusak iman kan? Karena niat kita itu ke sana bukan untuk apa-apa selain untuk silaturahmi. Indah rasanya kalo kita akur kayak gini. Ayolah kita akur. Yuk.
Selesai acara, saya dan kawan muslim diajak foto bersama dengan kawan nasrani. Dan disana kami mendadak seperti artis. Banyak kawan nasrani yang meminta foto dengan kami. Ya Allah.. haha...
Mesra banget kami ini, kaya saudara yang selama berabad-abad terpisahkan dan baru bertemu lagi. Jelas bisa begitu, karena kami melihat sesama dengan kasih sayang. Bukan kebencian. Saling mengistimewakan sesama ---meskipun berbeda dengan kita--- adalah cara kita menghargai lukisan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita hargai dan kita sayangi.
Ada salah satu jemaat mendatangi kami saat duduk di bangku, ia sangat berterimakasih atas kedatangan kami. Ia berkata, "kalau nanti umat muslim ada acara puasa, kerja bakti, atau apa, undang kami di sana, kami siap bantu kawan muslim di sana. Ajak kami untuk bisa seperti kalian yang berhati lapang dalam menerima perbedaan.”
Luar biasa bukan kalo umat muslim semuanya bisa dibilang seperti itu? Sudah saatnya kita tolak paham 'merasa paling benar dan mengkafirkan yang bebeda'. Tebarkanlah kasih. Lapangkanlah hati. Sebarkan senyuman sang Nabi.
Terakhir, kami ucapkan selamat Natal pada kawan nasrani dengan hangat dan penuh senyuman. Orang-orang bilang ucapan selamat Natal bisa mengakibatkan kita berpindah pada agama Kristen ya? Tapi kami?
Kami tetap muslim dan meyakini Tuhan kami satu kok. Kami hanya mencoba berbahagia atas kelahiran salah satu utusan Tuhan sebelum utusan Tuhan yang menjadi penutup para Nabi. Ya, kami turut bersuka cita atas kelahiran Nabi Isa alaihisalam, yang membawa kabar gembira akan adanya Nabi terakhir bernama Ahmad.
Kami tetap muslim kok. Terbukti, itu hanya ketakutan dan kekhawatiran saja. Gak usah khawatir, kalo iman kita kuat, kita tidak akan terjerumus pada sesuatu yang berbeda dengan kita. Bahkan kalo iman kita dewasa, iman kita akan bertambah dengan melihat keberagaman yang berada di depan mata.
Yuk. Sekarang kita salaman. Salam damai salam persatuan. Semoga arwah leluhur kita ---terkhusus manusia mulia sepanjang zaman yang kita rindukan wajahnya, baginda Muhammad saw.--- yang mengharapkan persatuan memberikan segulum senyum dan hadiah syafa’at di hari akhir.
Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala aali sayyidina Muhammad.
Syukron lillah. Syukron ‘ala kulli haal.
Editor: Rio Tuasikal / @riotuasikal
Ketika sampai di GKP Ujungberung Bandung, dalam acara Natal 26 Desember lalu, kami langsung menjadi sorotan kawan-kawan nasrani yang ada di gereja.
Mungkin mereka heran dan berpikiran, 'ada apa ini dua muslimah datang ke gereja? Mau ngebom? Hahaha... Semoga aja gak berpikiran seperti itu. Haduh, jangaaaan.
Tapi gak mungkin lah mereka berpikiran seperti itu. Kami berpakaian yang menunjukkan bahwa 'ini loh, kami ini Indonesia yang beragama Islam, bukan Islam yang kearab-araban'.
Dan juga selama di gereja kami gak pernah lepas senyum manis dari bibir kami. Semua yang menatap kami, kami beri senyum. Sekedar menunjukkan pada kawan nasrani, 'ini loh kami muslim dan muslimah yang ramah, bukan muslim dan muslimah yang marah.'
Kebetulan yang datang 2 muslimah dan 3 muslim, dari berbagai denominasi, Nahdlatul Ulama yang sunni, juga syi’ah, dan ahmadiyah. Kami yang berlima ini, datang atas nama komunitas Sahabat Lintas Iman (SALIM).
Setelah ketua penggagas komunitas kami bertemu dengan pendeta di sana, kami berlima diperkenalkan olehnya kepada seluruh jemaat kawan-kawan nasrani di Gereja. Diperkenalkanlah kami di sana dengan pernuh apresiasi dari jemaat. Bahkan komunitas kami direkomendasikan pada kawan nasrani.
Kami disambutnya dengan hangat. Saya rasa, sambutan kawan-kawan nasrani ---yang jelas-jelas beda iman dengan muslim--- di sana lebih hangat dari pada kawan-kawan yang ngaku muslim tapi masih mandang sinis orang yang berbeda paham dengannya. Hahaha..
Orang muslim yang notabenenya agama rahmatan lil’aalamiin jangan kalah ramah dong dengan nasrani yang ajarannya cinta kasih. Hehehe...
Kami malu dan kami terharu. Kami malu pada mereka karena sebagian dari muslim masih ada yang bertidak diskriminatif terhadap mereka. Kami juga terharu, karena ternyata kita itu sebenarnya bisa loh bersatu. Kalau kita sama-sama merendahkan hati, jalinan persaudaraan pasti terjalin.
Sesuai dengan tema Natal di sana: Dengan kelahiran-Nya mari kita satukan segala perbedaan dengan kerendahan hati untuk mempererat tali persaudaraan. Bagus bukan? Garis bawahi “kerendahan hati untuk mempererat tali persaudaraan”.
Sekarang bukan waktunya mempermasalahkan perbedaan. Perbedaan sudah ada sejak dulu, sekarang tinggal kita lukis perbedaan itu dengan bingkai persatuan agar menjadi persamaan. Persamaan yang membawa kita pada satu kesepakatan, 'Ini loh kita ini sama-sama manusia yang mempunyai hak asasi manusia yang sama.
Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah bilang: “Saudaramu itu ada dua, saudara dalam Iman, dan saudaramu dalam kemanusiaan.” Ya kalau gak sesuai dengan iman kita, kita tetap hormati dia karena dia juga saudara kita dalam kemanusiaan. Jangan sampai hak-hak kebebasan mengekspresikan keyakinan orang yang berbeda dengan kita menjadi sesuatu yang dibenci dan dimusuhi.
Toleransi itu tidak menjadikan kita ikut pada ajaran orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Tapi toleransi itu mengajarkan kita bahwa hak-hak setiap manusia itu harus dijamin kebebasannya. Termasuk kebebasan mengekspresikan keyakinan, sesuai dengan UU tentang HAM yang pernah saya dengar.
Acara demi acara terlewati. Pertunjukkan dari berbagai jemaat yang menampilkan keberagaman bahasa dan suku mengajarkan kita bahwa kita ini beragam. Kita ini majemuk. Dan kita harus menerima itu.
“Tuhan menciptakan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal”.
Puja puji kepada Tuhan yang mereka yakini juga mereka panjatkan. Saya dan kawan muslim juga ikut memuji, tetapi kepada Tuhan yang kami yakini, Tuhan Yang Esa, Allah SWT. Gak sampai merusak iman kan? Karena niat kita itu ke sana bukan untuk apa-apa selain untuk silaturahmi. Indah rasanya kalo kita akur kayak gini. Ayolah kita akur. Yuk.
Selesai acara, saya dan kawan muslim diajak foto bersama dengan kawan nasrani. Dan disana kami mendadak seperti artis. Banyak kawan nasrani yang meminta foto dengan kami. Ya Allah.. haha...
Mesra banget kami ini, kaya saudara yang selama berabad-abad terpisahkan dan baru bertemu lagi. Jelas bisa begitu, karena kami melihat sesama dengan kasih sayang. Bukan kebencian. Saling mengistimewakan sesama ---meskipun berbeda dengan kita--- adalah cara kita menghargai lukisan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita hargai dan kita sayangi.
Ada salah satu jemaat mendatangi kami saat duduk di bangku, ia sangat berterimakasih atas kedatangan kami. Ia berkata, "kalau nanti umat muslim ada acara puasa, kerja bakti, atau apa, undang kami di sana, kami siap bantu kawan muslim di sana. Ajak kami untuk bisa seperti kalian yang berhati lapang dalam menerima perbedaan.”
Luar biasa bukan kalo umat muslim semuanya bisa dibilang seperti itu? Sudah saatnya kita tolak paham 'merasa paling benar dan mengkafirkan yang bebeda'. Tebarkanlah kasih. Lapangkanlah hati. Sebarkan senyuman sang Nabi.
Terakhir, kami ucapkan selamat Natal pada kawan nasrani dengan hangat dan penuh senyuman. Orang-orang bilang ucapan selamat Natal bisa mengakibatkan kita berpindah pada agama Kristen ya? Tapi kami?
Kami tetap muslim dan meyakini Tuhan kami satu kok. Kami hanya mencoba berbahagia atas kelahiran salah satu utusan Tuhan sebelum utusan Tuhan yang menjadi penutup para Nabi. Ya, kami turut bersuka cita atas kelahiran Nabi Isa alaihisalam, yang membawa kabar gembira akan adanya Nabi terakhir bernama Ahmad.
Kami tetap muslim kok. Terbukti, itu hanya ketakutan dan kekhawatiran saja. Gak usah khawatir, kalo iman kita kuat, kita tidak akan terjerumus pada sesuatu yang berbeda dengan kita. Bahkan kalo iman kita dewasa, iman kita akan bertambah dengan melihat keberagaman yang berada di depan mata.
Yuk. Sekarang kita salaman. Salam damai salam persatuan. Semoga arwah leluhur kita ---terkhusus manusia mulia sepanjang zaman yang kita rindukan wajahnya, baginda Muhammad saw.--- yang mengharapkan persatuan memberikan segulum senyum dan hadiah syafa’at di hari akhir.
Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala aali sayyidina Muhammad.
Syukron lillah. Syukron ‘ala kulli haal.
Editor: Rio Tuasikal / @riotuasikal