(6) Sisy Belum Perlu Tahu

Oleh Ria Apriyani / @GRiaA_

[Baca dari tengah mungkin membingungkan, sila baca dari awal]


“Kakaaaak… Aku lapar….” Sisy mulai merajuk.

“Adzan Maghribnya masih lama loh Si...,”ujarku mengingatkan Sisy. Seingatku dia ikut sahur tadi pagi.

“Ibu bilang aku boleh puasa setengah hari. Kan aku masih kecil..,”ucapnya sembari menarik-narik ujung bajuku. “Aku mau bakso, mau bakso… Ayo makan bakso dulu…”

Siaga satu. Kalau tidak dituruti, anak ini bisa semakin mengamuk. Dan kalau sudah mengamuk, aku angkat tangan. Lebih baik lari mengungsi.

Aku menatap warung bakso yang berhasil mencuri perhatian Sisy dengan segan. Tidak tampak aktifitas yang mencolok. Sebenarnya warung ini buka atau tidak ya? Cukup sulit memang mencari tempat makan yang buka di siang hari pada bulan puasa.

Tiba-tiba seorang laki-laki keluar dari warung bakso itu. Dia tersenyum padaku, aku membalasnya.

“Warung baksonya buka, Mas?”

“Maaf Mbak… Masih tutup.”

“Oh… iya, terima kasih ya.” Aku menggamit tangan Sisy mengajaknya kembali berjalan. “Tuh kan warung baksonya tutup. Makannya nanti aja ya di rumah?”

Sisy tidak menjawab, diam. Mulutnya manyun, pipinya menggembung. Kalau sudah seperti ini dia terlihat seperti hamster yang sedang ngambek karena tidak diberi biji bunga matahari. Aku tersenyum-senyum sendiri melihat ekspresi wajahnya. Kami melanjutkan perjalanan ke rumah.

“Kenapa sih kalau puasa Sisy nggak boleh makan, nggak boleh minum?”

“Kan puasa itu menahan lapar, menahan haus, menahan marah Si.” Aku mencoba menerangkan dengan kata-kata yang mudah dimengerti.

“Teman-teman Sisy yang ke gereja juga suka puasa. Tapi mereka tetap makan, tetap minum. Cuma waktu itu Jonathan nggak makan permen, Auryn juga nggak pernah mau jajan es krim sama Sisy.”

“Oh ya? Terus kalau ibu guru gimana?”Aku mencoba mengajaknya mengobrol agar rasa kesalnya hilang.

Sisy tampak mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat. “Hm… Sisy nggak tahu. Tapi biasanya ibu guru kan bawa kotak bekal, waktu itu kayaknya nggak deh.”

“Oh ya? Hm… Mungkin waktu itu ibu guru Sisy lagi puasa juga.”

“Oh gitu ya Kak? Teman-teman Sisy juga?”

“Iya Si. Teman-teman Sisy juga.”

“Kok puasa teman-temannya Sisy beda sih sama puasanya Sisy?”

Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Mata bulat Sisy menatapku, menunggu jawaban. Dengan tersenyum, aku menjawab, “Kita semua punya cara masing-masing Si. Di luar sana, banyak orang yang juga punya cara berbeda dan waktu yang berbeda juga. Makanya kita harus saling menghormati.”

Sisy tampak agak bingung dengan jawabanku. Biarlah, untuk sekarang cukup itu yang dia tahu. Dia juga tidak perlu tahu dulu bahwa di luar sana, praktiknya tidak semudah itu. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com