(17) Buka Bersama

Oleh Risdo Simangunsong / @RisdoMangun

[Baca dari tengah mungkin membingungkan, sila baca dari awal


Aku masih menadah di persimpangan ini. Telingaku mendengar berkali-kali celoteh sekitarku. Orang-orang masih saja membicarakan kelompok itu. Mereka mengata-ngatai kaum jubah putih itu. Tapi toh mereka diam saja kemarin-kemarin.

Bagiku sudah cukup. Sudah lewat. Entah bakal ada yang urus entah tidak, yang jelas hari baru sudah datang. Masalah akan selalu ada kalau buat aku, buat kawan-kawanku di sini. Siapa yang peduli soal kelayakan orang? Soal perjuangan membela agama? Atau membela kemanusiaan? Toh mereka juga tidak peduli bila Pat, atau aku, atau Boncel mati tertabrak kemarin.

Belakangan ini lengkap sudah kekesalanku. Kesal pada orang yang berjubah agama, kesal pada orang yang berlagak protes tapi cuma ngedumel tak membela. Aku kesal pada tindakan memperalat agama juga pendiaman atas hal itu.

Lantas aku menatap lembaran uang yang sudah semakin banyak di topi lusuhku. Aku pun kesal juga pada diri sendiri. Rasanya lebih mudah meyakini bahwa semua manusia memang kurang ajar dan munafik, hanya saja dengan cara-caranya sendiri.

Dan Tuhan? Ah, tak tahulah...


....

“Pak, ikut buka puasa bareng kami ya?,” lagi-lagi ada seorang gadis berkulit putih. Ia menyodorkan kertas seperti kupon. Di belakangnya berdiri beberapa laki dan perempuan. Kulit mereka putih-putih dan mata mereka sipit. Hanya dua orang yang kulitnya agak cokelat sepertiku. Pakaian mereka bersih dan bagus.

“Dimana, Neng?,” tanyaku sopan.

Ia menyebut nama jalan dan letaknya yang cukup dekat. Aku agak curiga. Aku tahu di situ ada sebuah gedung besar bernama gereja apa lah itu. Aku pernah dengar dari Opik kalau ada orang-orang Kristen yang suka memberi makan kaum seperti kami, tapi dengan embel-embel dakwah ajaran Kristen. Jangan-jangan ini mereka.

Ah... sebenarnya aku tidak terlalu peduli. Kalaupun benar, toh nanti aku bisa pergi sesukaku.

Agaknya mereka bisa membaca curigaku. Teman si gadis itu segera menambahi keterangan:

“Kita buka bersama panti asuhan , pemerintah kecamatan dan Pak Kyai dari pondok pesantren kok Pak. Semua warga jalanan di sini kami undang. Nanti sekalian shalat maghrib di sana saja...”

Hmm... menarik... ada juga yang seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com